Skip to main content

LEADER OF THE WEEK : AL GORE


Desember 2000 menjadi waktu yang tak terlupakan bagi Al Gore. Saat itu ia adalah Wapres dan calon favorit dalam pemilihan Presiden AS periode berikut. Banyak pihak menjagokannya, dan sampai saat-saat terakhir pengumpulan suara berlangsung sangat ketat. Tetapi ia terpaksa menghadapi kenyataan : kalah suara di negara bagian Florida, sehingga kalah suara secara sangat tipis dan gagal menjadi Presiden negara adidaya itu. Dan Amerika Serikat dipimpin oleh George W. Bush yang sepak terjangnya kemudian meresahkan banyak negara di dunia termasuk sebagian orang Amerika sendiri.

Apakah kekalahan di atas membuat Al Gore tidak memenuhi syarat untuk masuk kelompok Great Leader ? Justru sebaliknya. Ketika itu, Ia segera mengucapkan selamat kepada pesaingnya, dan setelah melakukan evaluasi singkat, terus melanjutkan hidupnya. Sebagai apa ? Sebagai pejuang Lingkungan Hidup, suatu bidang yang memang menjadi perhatiannya sejak lama. Ia terbang ke sana ke mari: meninjau lokasi-lokasi kritis, melakukan riset, menjadi pembicara, melakukan berbagai lobi. Karya anyarnya ”The Inconvenient Truth” yang menggambarkan kondisi kritis dunia saat ini, memenangkan award film dokumenter terbaik dan menjadi lokomotif penggerak jutaan orang maupun lembaga untuk sadar dan berbuat sesuatu untuk menyelamatkan bumi demi generasi mendatang. Dan pada Oktober 2007, untuk semua upayanya di bidang Lingkungan Hidup Al Gore mendapat kehormatan dianugerahi Nobel Perdamaian !

Dari Gore, kita bisa belajar bahwa kegagalan bukan untuk diratapi, disesali berkepanjangan. Atau mencari-cari kambing hitam penyebab kegagalan. Gore tentunya kecewa dan penasaran apa benar ia sesungguhnya kalah suara dari Bush. Tapi dengan tidak berlama-lama mengucapkan selamat kepada pesaingnya, Gore telah menunjukkan sikap seorang ksatria sejati.

Gore kemudian full-time memperjuangkan Perbaikan Lingkungan Hidup. Pelarian dari gelanggang politik ? Sama sekali tidak. Lingkungan Hidup sudah menjadi fokus perhatiannya sejak lama. Ketika ia menjadi Senator. Bahkan Clinton memilihnya sebagai pendamping antara lain karena kedalaman pemahamannya di bidang Lingkungan Hidup. Suatu asset berharga untuk mendulang suara, karena issue kerusakan lingkungan sedang hangat ketika Clinton-Gore maju –dan akhirnya menang dua periode- menjadi Presiden dan Wakil Presiden USA. Kelihatannya setelah kekalahan kontroversial itu, Gore justru mengkonfirmasi –istilah teman-teman dari Kubik- ”Bintang-terang”nya.

Dan ia memang membuktikan bahwa upaya all-outnya bukan sekedar pelarian. Dan dunia mengapresiasinya. Tidak tanggung-tanggung: Nobel Perdamaian! Gore mencontohkan passion luar biasa untuk memperjuangkan sesuatu yang besar di luar dirinya. Sesuatu hal mulia yang bermanfaat bagi banyak orang. Bukan untuk kebesaran dirinya.

Dan perjuangannya masih jauh dari berakhir. Ia masih wara-wiri ke berbagai pelosok dunia. Menjadi salah satu Motivator Utama untuk upaya dunia yang lebih baik. Kehadirannya di Bali dalam ”Climate change Summit” mendapat sambutan yang hangat, dan citranya jauh lebih positif daripada Bush yang kelihatannya tidak tahu diri dan mentang-mentang, dengan menjadi satu-dua negara yang tidak meratifikasi Protokol Kyoto. Sesudah karyanya ”The Inconvenient Truth” yang menjadi super best-seller, ia telah melahirkan karya keduanya menyangkut Iklim dan Perubahan Lingkungan di dunia. Terus terang, dalam hati saya menyayangkan kenapa ia tidak ikut lagi pemilihan presiden USA tahun 2008. Ada peluang kali ini ia menjadi real-champion di kancah politik akbar tersebut!

Yang jelas, buat saya Al Gore mencerminkan Pemimpin yang Melayani. Tidak diragukan, ia adalah salah seorang Great Leader yang menjadi asset bagi masyarakat dunia, dalam perjuangan menuju kehidupan yang lebih baik.

Comments

Anonymous said…
"You can accomplish anything in life, provided you do NOT mind, who gets the credit." Harry S. Truman.
Inilah jiwa pemimpin melayani..
Setuju sekali kita bertanya-tanya, pak IRWAN, kenapa ia tidak ikut kompetisi capres USA kali ini?

salam@mulia