Skip to main content

Menelurkan Pemimpin Penerus




Venezuela, 2003. Ketika Hugo Chavez memenangkan kursi Presiden, rakyat Venezuela bersorak sorai. Dengan aliran Neososialisme yang dianut Chavez, besar harapan rakyatnya akan kesejahteraan yang jauh lebih baik. Dan selama 6 tahun masa pemerintahannya, tidak sedikit perubahan yang telah ia gulirkan. Pengelolaan minyak dinasionalisasi. Penggratisan sekolah. Dan masih sederet perbaikan lainnya. Disamping sejumlah pekerjaan rumah yang belum rampung, seperti penyediaan lapangan kerja, serta penurunan tingkat kriminalitas. Sekarang, Chavez merasa waktunya memerintah yang secara konstitusional dibatasi maksimal 2x tidak mencukupi. Ia pun meluncurkan referendum yang mencoret pembatasan masa jabatan presiden maksimal 2x. Tahun lalu, referendum tersebut kandas. Tetapi tahun ini dalam referendum ulang, ia menang. Kini Chavez punya kebebasan untuk memerintah selama mungkin, sepanjang ia dipilih kembali oleh rakyat Venezuela.

Jakarta, 1999. Megawati mengantar partainya PDI-Perjuangan meraih kursi terbanyak di DPR. “Hak”nya untuk menduduki kursi presiden sempat diganjal oleh poros tengah, yang akhirnya mendudukkan Gus Dur sebagai Presiden. Tetapi sejarah kemudian memuluskan jalannya menjadi presiden 2001 -2004, setelah Gus Dur didongkel dari kursinya. Di bawah pemerintahannya, ekonomi Indonesia berhasil distabilkan dan ditumbuhkan kembali, setelah anjlok dalam akibat krisis ekonomi 1998.
Megawati menyayangkan ia tidak terpilih kembali untuk periode 2004-2009. Ia merasa kecolongan oleh mantan anggota kabinetnya yang kemudian terpilih menjadi presiden. Kini, Megawati dicalonkan kembali oleh partainya menjadi kandidat Presiden, dan berkeinginan kuat memperbaiki kondisi Indonesia yang dinilai ‘tidak berubah banyak’ selama periode ia tidak menjabat sebagai Presiden.

Ada kesamaan penting yang dimiliki kedua pemimpin besar di atas. Yaitu, semangat mereka yang besar untuk membuat Negara dan bangsanya menjadi lebih baik, lebih terhormat kedudukannya di antara bangsa-bangsa dan Negara lain di dunia. Mereka berdua sangat yakin bahwa kondisi akan jauh lebih baik bila mereka menjadi orang nomer satu di negaranya masing-masing. Tentu saja, sifat dan semangat ini merupakan karakteristik yang sangat positif bagi seorang pemimpin bangsa.
Kesamaan lain adalah, mereka tampaknya keasyikan berada pada tampuk pimpinan, sehingga sepertinya enggan memberi kesempatan pada orang lain – yang lebih muda – untuk menggantikan posisinya. Secara implisit, kelihatannya keduanya melihat bahwa dirinya lah yang saat ini paling pantas, dan belum ada orang lain yang punya ‘kualifikasi’ sebaik diri mereka. Dan mengingat taruhannya adalah Negara, mereka ‘terpanggil’ untuk TERUS memimpin proses menuju kualitas dan kondisi negara dan bangsanya ke arah yang lebih baik. Tentu besar sekali resikonya bila diberikan kepada orang yang ‘belum mampu’.

Pemikiran dan kekhawatiran di atas tentunya wajar-wajar saja. Tetapi di sini kematangan seorang Pemimpin justru diuji. Saya jadi teringat akan analogi sangat bagus menyangkut dilemma yang dihadapi seorang Pemimpin. Seekor induk burung menyambut hari baru dengan harap-harap cemas. Telah sampai lah saatnya bagi anak-anaknya untuk belajar terbang, setelah dierami, ditetaskan, dan disuapi di sarangnya yang hangat. Ia tahu bahwa ia menghadapi resiko anaknya terluka atau bahkan mati bila jatuh dalam ‘percobaan terbang’, karena sarang mereka cukup tinggi di atas pohon. Tetapi ia tahu masa depan anak dan kelangsungan species-nya lebih penting. Ia harus mengambil resiko tersebut, justru agar masa depan lebih bisa diamankan. Karena itu didorongnya anak-anaknya untuk mengepakkan sayap, dan pelan-pelan terbang meninggalkan sarangnya. Anak-anak burung tersebut sangat bersuka-cita dengan pengalaman baru mereka, demikian juga sang induk. Meski di dalam hati, ia tahu kemampuan terbang anak-anaknya masih jauh dari sempurna. Setelah beberapa hari belajar terbang, satu ekor anaknya yang tergolong berani mencoba terbang ke tanah yang cukup jauh dari sarangnya. Saking asyiknya menikmati terbang, ia tidak sadar seekor kucing mengendap-endap mendekatinya. “Mangsa yang empuk dan nikmat,” seringai si kucing sambil pelan-pelan tak bersuara semakin mendekat. Ketika si kucing siap-siap hendak meloncat menerkam, tiba-tiba …. “wuuttttt” sang induk terbang dengan cepat mencakar pipi si kucing dan langsung terbang meninggi ke atas. Si anak tersadar akan bahaya, juga terbang meninggi dengan cepat mengikuti ibunya. Ia mendapat pengalaman sangat berharga hari itu: terbang lebih jauh dan lama dari biasanya, serta sadar perlunya kewaspadaan atas bahaya yang mengintai dimana-mana.
Pemimpin selalu menghadapi resiko pada saat ia memberi tugas kepemimpinan kepada orang binaannya. Tidak dikerjakan dengan benar. Dikerjakan dengan setengah-setengah. Dikerjakan dengan benar, tetapi berdampak tidak sebagaimana diharapkan. Bahkan dikerjakan dengan jauh lebih baik, sehingga menyedot perhatian dari anggota kelompok lainnya. Meski demikian, Pemimpin berjiwa besar akan berlaku seperti induk burung terhadap anaknya. Meski ada kekhawatiran, ia bersikap positif memberi kesempatan mencoba pengalaman baru, sambil tetap siaga membantu saat dibutuhkan. Pemimpin besar tidak selalu harus dalam posisi formal memimpin. Ia tetap besar meski berganti peran menjadi Mentor bagi Pemimpin berikutnya.
Kepedulian untuk mendidik , mengembangkan dan memberi kesempatan kepada Penerus seperti inilah yang langka di kalangan pemimpin. Tidak saja di ranah politik (lihat usia semua capres dan cawapres yang sudah atau mendekati kepala enam!), tapi juga di berbagai perusahaan, di organisasi kemasyarakatan maupun di organisasi keagamaan serta di dunia olahraga kita. Sudah saatnya, para Pemimpin ‘jaman’nya memberi ruang yang lebih besar kepada Pemimpin ‘jaman berikut’, memberi generasi yang lebih muda berperan lebih besar tampil dan memimpin. Dengan berlaku demikian, justru ia menjadi Real Leader, pemimpin yang berwawasan tidak saja untuk jamannya, tapi juga memandang dan menyiapkan masa sesudahnya ……

Comments

ihendayana said…
Banyak pelajaran yang bisa diambil dari burung elang. Saya pribadi merasa kagum dengan simbol burung, yang mencerminkan kebebasan terbang, skill tinggi dan gagah perkasaaaaa
tapi saya yakin masih banyak sisi positif lain dari burung elang....