Skip to main content

Tidur nyenyak Para Pemimpin kita



Saya mengenal sejumlah orang yang mengalami kesulitan untuk bisa tidur dengan nyenyak. "Orang bodoh," begitu komentar Aris, seorang teman saya yang urakan. "Tidur kan proses alami, masa gak bisa. Berarti bodoh!" begitu dia berteori, sok pintar.
Terlepas dia benar atau keliru, setahu saya orang tidak bisa tidur nyenyak karena ada yang mengganggu pikirannya, "state of mind"nya. "Mind"nya tidak bisa di"shut-off", sehingga meski secara fisik sudah capai, butuh istirahat, tetapi karena pikirannya tetap "on", tidur nyenyak tidak terjadi.
Secara berkala saya suka mengalami saat-saat jadi 'orang bodoh' seperti itu. Dan biasanya memang ada sesuatu yang mengganggu pikiran/jiwa saya : pekerjaan yang belum selesai, klien yang sarkastis mengomentari kerja saya, isteri yang ngambek karena kurang di-openi, atau utang yang kok nggak lunas-lunas sih.
Karena pikiran saya suka meloncat-loncat, proses di kepala saya jadi meloncat dipenuhi persoalan sehari-hari di sekitar kita. Dan siapa ya yang menjadi tidak bisa tidur karenanya ?

Antara lain tentang kemacetan yang hampir sebulan terjadi di dekat rumah saya, diujung Pasar Jumat Ciputat. Ini adalah proyek perbaikan saluran air. Yang membuat kemacetan memanjang sampai 3 kilometer lebih. Yang membuat jarak 250 meter harus ditempuh 1,5 jam. Yang mengakibatkan berapa banyak orang terlambat sampai di kantor, dan malamnya terlambat sampai di rumah. Yang memberi konsekuensi pendapatan anjlok 30-40% bagi para supir angkutan umum. Membuat cekcok dengan isteri tentang uang dapur, jadi tidak terelakkan. Uang sekolah yang seharusnya terbayar, jadi menunggak lagi. Belum lagi tambahan kandungan polusi di udara karena ribuan kendaraan nyaris tak bergerak sambil terus mengeluarkan asap karbon. Menambah banyak orang mengidap ISPA.
Dengan semua dampak negatif tersebut, ada tidak ya para penanggung jawab urusan saluran air dan urusan jalan raya yang terganggu ketenangan tidurnya ? Simak saja jawaban salah satu pejabat terkait di Jaksel : "Kami tidak bisa apa-apa; proyek tersebut sudah lama sekali direncanakan ...."

Belum lama ada demo di Jakarta, dengan pendemo datang susah payah dari jawa timur, tepatnya Sidoarjo. Entah naik apa, berapa lama perjalanan ditempuh, dan berpuasa/irit makan berapa banyak. Demi memperjuangkan hak yang tidak kunjung diperoleh. Yang ditunda dari bulan ke bulan, mungkin lebih dari setahun. Hak untuk memperoleh ganti rugi; setelah rumah, tanah dan harta benda ludes dikubur lumpur Lapindo. Mencabut ketenangan hidup, kelangsungan usaha, dan mencampakkan mereka kepada kesulitan dan ketidakpastian yang luarbiasa. "Ya, kami minta maaf karena krismon membuat perusahaan kami tidak memiliki dana cukup untuk membayar," ungkap salah seorang pejabat perusahaan terkait, terkesan minta dimaklumi. Kapan krismon datang? Sejak kapan pembayaran sudah diundur-undurkan ?

Ada lagi tentang kelangkaan elpiji; yang bermula dari ukuran 3 kg, sekarang merembet ke ukuran 12 kg. Berapa banyak ibu rumah tangga yang kerepotan untuk menyediakan makan bagi keluarganya, karena tidak punya bahan bakar alternatif lain untuk memasak ? Berapa banyak pengusaha kecil dan menengah, yang berjualan bakmi, bakso, gorengan, bubur jadi gak bisa berjualan karena tidak ada gas untuk memasak jualannya ? Dan kembali rentetan dampaknya : tidak bisa membawa pulang uang ke rumah, menunggak pembayaran, jadi sasaran debt collector, utang tambah menumpuk lagi ........
Dan ini terjadi di berbagai daerah di Indonesia, tidak sekedar di Ciputat dekat rumah saya; atau di seputar Sidoarjo. Mungkin eskalasi ini membuat ada yang tidak bisa tidur ? Jawabannya : "Ya, pasokan terganggu karena sedang ada perawatan rutin di Balongan." "Ya memang, prosesnya agak lebih panjang dari produksi dan distribusi minyak tanah." "Ya, nanti Selasa (eh kemudian diralat: Rabu, atau mungkin Kamis) akan normal kembali." OH MY GOD! Betapa entengnya bicara dua, tiga hari atau seminggu lagi. Tiga hari adalah kehilangan kesempatan mendapat Rp 60 ribu, 75 ribu, seratus ribu untuk mencukupi kebutuhan hidup yang semakin sulit.

Kesimpulan saya : para pejabat kita, para tokoh yang keputusan dan proyek-proyeknya bisa mempengaruhi hajat hidup orang banyak; ternyata adalah bukan 'orang-orang bodoh'. Masak tidak bisa tidur, meski banyak ekses negatif yang berdampak dari perilaku kepemimpinan dan kepeduliannya ?
Tetap tidur nyenyaklah, tunjukkan bahwa mereka memang orang pilihan, orang yang 'tidak bodoh'.
Kelihatannya betul. Mereka-mereka tidak bodoh. Mereka hanyalah pemimpin dan pejabat yang telah kehilangan kepekaan dan kepedulian akan masalah rakyat. Yang biasa melihat masalah dan solusinya dari jauh, dari singgasana kekuasaan, dari statistik dan horison waktu yang makro, kemudian segera lupa bahwa implementasi belum tuntas dan sibuk dengan seremoni proyek-proyek baru.

Kita tidak butuh pemimpin dan pejabat yang seperti itu.Yang setiap malam tidur nyenyak di kamar berAC dan tempat tidur super empuk. Kita butuh pemimpin dan pejabat yang matanya sembab, karena kurang tidur memikirkan dan melakukan action nyata untuk menanggulangi masalah riil rakyat. Dan tidak mengharapkan banyak untuk diri dan kelompoknya sendiri.

Comments